sok atuh dicari...

Senin, 17 Mei 2010

CERPEN LINGKUNGAN HIDUP

DIYAZ DAN KAWAN-KAWAN
by: s.a.a.

Pada zaman dahulu, di sebuah negara yang bernama Negeri Abaz, terdapat sebuah hutan yang sangat lebat dan sungai yang cukup besar di dalamnya, namanya Sungai Diyaz. Hutan tersebut selalu ditutupi awan setiap harinya. Sungainya pun airnya sangat jernih dan menyegarkan.
Namun, pada suatu hari, terdengar kabar bahwa sebentar lagi di pinggir hutan akan dibangun sebuah pabrik besar, pabrik pengolah bahan-bahan tekstil. Pabrik tersebut rencananya dibangun tepat membelakangi sungai Diyaz. Para penghuni hutan sangat terkejut mendengar kabar tersebut, terutama si Diyaz. Ia berpikir bahwa nantinya pabrik tekstil tersebut akan membuang limbah-limbah hasil olahan pada dirinya. Jika itu terjadi, maka ia akan tercemar, kelangsungan hidupnya akan terancam dan itu berarti semua penghuni hutan akan mati. Ia tidak ingin hal itu terjadi.
Sungai Diyaz mempunyai seorang sahabat bernama awan Kinton. Awan Kinton tinggal tepat di atas hutan. Dialah yang membuat suasana hutan selalu sejuk dan rindang. Suatu hari, Awan Kinton berencana mengunjungi sungai di bawah. Ia sudah lama tidak bertemu sahabatnya itu. Ia sangat rindu ingin bertemu.
Sesampainya di bawah, Awan Kinton bertemu dengan sungai Diyaz. Mereka saling salam-menyalami dan kemudian mereka terlibat dalam pembicaraan yang hangat. Satu persatu dari mereka mulai bercerita tentang kehidupannya masing-masing. Awan Kinton bercerita bahwa akhir-akhir ini di atas banyak sekali angin-angin jahat yang suka merusak gugusan awan. Ia merasa sangat terganggu akan hal tersebut. Sungai Diyaz pun mendengarkannya dengan sepenuh hati. Ia juga memberi solusi yang tepat berhubungan dengan masalah yang dihadapi Awan Kinton.
Tibalah giliran Diyaz untuk bercerita. Diyaz pun mulai bercerita tentang masalah yang dihadapi berkaitan dengan akan dibangunnya pabrik tekstil yang letaknya persis di samping dirinya. Diyaz sangat khawatir mengenai hal ini dan ia tidak tahu apa yang harus dilkukannya. Ia meminta solusi kepada Kinton. Namun, entah mengapa, Kinton yang dimintai solusi malahan ketakutan mendengar cerita Diyaz.
Diyaz pun bertanya pada Kinton mengapa ia begitu ketakutan. Ternyata Kinton khawatir jika pabrik itu jadi dibangun, pabrik tersebut akan mengeluarkan asap berpolusi yang akan mencemari udara. Asap dari pabrik tersebut pastilah asap beracun yang akan merusak dirinya dan semua keluarga awan yang berada di atas.


Tidak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul enam petang.

Mereka belum sempat menemukan solusi atas masalah yang mereka hadapi. Namun, awan Kinton harus segera kembali ke atas dan berkumpul kembali dengan awan-awan yang lain agar gugusan awan tidak rusak. Awan Kinton pun kembali ke atas dengan dipersilahkan oleh Diyaz. Diyaz dan Kinton sepakat untuk meneruskan pembicaraan keesokkan harinya.
Keesokan harinya, Kinton kembali ke bawah untuk menemui Diyaz. Mereka ingin melanjutkan pembicaraan mereka yang terpotong kemarin sore. Belum sempat mereka mengobrol, tiba-tiba terdengar suara bising dari pinggir hutan. Kinton penasaran dengan suara bising tersebut dan ingin mengetahuinya. Ia pun segera pergi ke pinggir hutan untuk melihat apa yang terjadi. Sesampainya di pinggir hutan, Kinton sangat terkejut, seakan ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, ia melihat puluhan buldozer dan belasan truk-truk besar berkumpul di sana. Ia juga melihat banyak pekerja yang sedang sibuk mempersiapkan alat-alat berat dan sebagainya, nampaknya mereka ingin membangun sesuau yang besar di pinggir hutan.
Ketakutan muncul di benak Kinton, ia teringat cerita tentang rencana pembanguan pabrik besar di pinggir hutan yang diceritakan Diyaz kepadanya. Nafasnya terengah-engah, jantungnya berdetak kuat, wajahnya pun memucat seketika. Ia melihat ke sekelilingnya kemudian memutuskan untuk kembali ke rumah Diyaz. Dengan secepat kilat, Kinton pun sudah sampai di rumah Diyaz. Wajahnya masih terlihat sangat pucat. Tidak lama kemudian, ia pun bertemu Diyaz. Dengan bibir yang masih bergetar, Kinton menceritakan apa yang baru saja dilihatnya kepada Diyaz. Diyaz pun terlihat sangat takut dan setengah tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan sahabatnya itu.
Sebulan sudah pembangunan pabrik berlangsung. Pabrik sudah hampir jadi seutuhnya. Diyaz dan teman-temannya semakin khawatir akan nasib mereka di masa mendatang. Sekarang, mereka hanya bisa menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Keesokan harinya, Kinton sedang berjalan-jalan di area pembangunan pabrik sambil mengamat-amati apa yang terjadi. Ketika ia sedang melihat sekeliling, tiba-tiba ia dikejutkan oleh apa yang dilihatnya di pinggir sungai dekat pabrik. Berkarung-karung sampah dan sisa-sisa bahan bangunan terapung di permukaan sungai. Membuat sungai terlihat sangat kotor dan berbau sangat menyengat. Kemudian, ia juga melihat beberapa pekerja yang sedang membuang sisa-sisa material bangunan yang sudah tidak terpakai ke sungai dengan seenaknya. Sontak, Kintok sangat terkejut melihat hal itu. Tanpa pikir panjang lagi, ia langsung saja pergi ke rumah Diyaz untuk memberitahukan apa yang terjadi.


Saat di rumah Diyaz, tanpa basa-basi, Kinton langsung memberitahukan apa yang terjadi kepada Diyaz dengan sejelas-jelasnya. Kinton mempunyai usul agar Diyaz bersama seluruh penghuni hutan segera mengadakan musyawarah untuk mengatasi masalah ini.
Pada pagi harinya, Diyaz bersama Kinton menuju rumah Raja hutan, Simba, untuk menyampaikan usul mereka. Usul mereka pun disetujui. Siangnya, semua penghuni hutan berkumpul di lapangan Radian, lapangan yang biasa digunakan untuk acara perkumpulan para penghuni hutan.
Setelah semua datang dan duduk dengan tenang, Simba Si Raja Hutan dengan muka serius mulai membuka acara. Ia menerangkan tentang masalah yang sedang terjadi di hutan ini yang mungkin akan mengancam kehidupan hutan. Semuanya mendengarkan dengan sangat khidmat.
Musyawarah pun segera dimulai. Banyak yang mengusulkan ide untuk menyelesaikan masalah yang terjadi, namun ide-ide yang diusulkan banyak yang kurang masuk akal. Sebagai contoh, ada yang mengusulkan untuk menyerang para pekerja pabrik agar mereka tidak bisa bekerja, ada yang usul agar semua hewan bermigrasi ke hutan yang lain, dan sebagainya.
Musyawarah berlangsung hingga sore menjelang. Tak ada satu pun ide yang dirasa cocok untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Semua yang datang sudah hampir putus asa. Mereka sudah sangat bingung. Namun, lain halnya dengan Si Diyaz, ia terkenal cukup cerdik di hutan itu. Sejak tadi, ia terlihat sangat tenang dan santai.
Hari sudah sangat petang, kebingungan pun memuncak. Dan, saat semua tengah bingung, tiba-tiba Diyaz datang dan maju ke depan, ia seperti ingin mengatakan sesuatu yang sangat penting.
“ Ehem-ehem…”, Diyaz membuka pembicaraannya.
“ Saudaraku semua, kita memang sedang dihadapkan pada permasalahan yang sulit, tetapi kita tidak boleh panik ataupun takut, kita harus menghadapi ini dengan kepala dingin, saya punya usul, bagaimana kalu kita membuat bencana untuk merusak pabrik yang sedang dibangun? ”, tanya Diyaz.
“Apa maksudmu membuat bencana, Diyaz?”, tanya Simba penasaran.
“Begini, membuat bencana yang aku maksud adalah membuat banjir agar pembuatan pabrik tidak bisa dilanjutkan lagi”, jawab Diyaz.
“Bagaimana caranya?” tanya Simba.

“Wahai Raja Hutan, untuk masalah cara, Raja bisa menyerahkannya kepada kami, Raja tinggal menunggu hasilnya”, jawab Diyaz tenang.
“Betulkah itu?”, kata Simba meragukan.
“Betul Raja, kami akan bekerja sama dan saling membantu untuk menyelamatkan hutan ini dan seisinya”, jawab Diyaz meyakinkan.
Esoknya, seluruh penghuni hutan berkumpul kembali untuk melaksanakan rencana Diyaz. Rencananya, Diyaz dan teman-teman akan membuat banjir besar di sekita area pembangunan pabrik. Diyaz pun membagi tugas kepada masing-masing yang datang. Kinton bertugas mengajak teman-teman awannya untuk berpindah ke atas pabrik dan juga atas sungai. Diyaz bertugas meluapkan air sungai. Bukit berbatu yang berada di bagian atas bertugas menggugurkan dirinya tepat di bangunan pabrik. Binatang-binatang bertugas merusak sarana dan prasarana yang digunakan untuk pembangunan, sedangkan yang lain bertugas membantu semampunya.
Hari berikutnya, semua sudah bersiap sedia melaksanakan rencana. Semua sudah siap dengan tugasnya masing-masing. Yang pertama bekerja adalah Kinton, ia bersama teman-temannya pergi ke atas area pembangunan pabrik dan juga sungai. Tanpa pikir panjang lagi, mereka langsung membuat mendung yang besar dan gelap untuk membuat hujan yang sangat besar. Dalam sekejap langit berubah menjadi gelap dan hujan pun mulai turun. Semakin lama hujan yang turun semakin lebat. Hal ini membuat semua orang di area pabrik langsung panik, mereka berlari kesana-kemari mencari tempat teduh. Pekerjaan mereka pun tidak dapat terselesaikan dengan segera.
Sementara itu, di sungai, air mulai meluap. Awan-awan terus menurunkan hujan sebanyak-banyaknya. Tidak lama kemudian, air luapan sungai mulai menggenangi tanah di area pabrik, bahan-bahan bangunan yang belum sempat diselamatkan hanyut terbawa arus sungai. Begitu juga dengan alat-alat yang digunakan, semua ikut hanyut bersama derasnya aliran air. Para pekerja tidak ada yang berani utuk menyelamatkan.
Binatang-binatang pun mulai beraksi, mereka menyusup ke tempat pembangunan pabrik. Ada yang mengganggu para pekerja agar tidak ada yang menyelamatkan alat-alat berat, ada yang mencuri denah pembangunan pabrik dan lain-lain. Mereka bekerja dengan sangat baik dan kompak.
Sementara itu, bukit-bukit batu mulai melongsorkan tanah dan bebatuan ke arah bangunan pabrik dan alat-alat berat, sehingga semuanya hancur dan tidak bisa digunakan lagi. Bangunan yang sebenarnya sudah hampir jadi, kini sudah rata dengan tanah. Yang tersisa hanya puing-puing.

Para pekerja sangat kebingungan, mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka hanya bisa melihat bangunan yang baru saja mereka bangun, kini sudah hancur tak bersisa. Mereka pun tidak tahu apakah pembangunan pabrik ini akan dilanjutkan atau tidak. Mereka tinggal menunggu keputusan dari bos besar.
Setelah cukup lama hujan turun dengan derasnya, akhirnya mereda juga, awan-awan kembali ke tempatnya masing-masing. Langit kembali terlihat cerah. Air sungai pun sudah kembali mengalir seperti biasa. Namun, cerahnya langit itu rupanya berseberangan dengan raut wajah para pekerja, mereka terlihat sangat sedih, kesal, dan juga marah.
Akhirnya, para pekerja pergi dari tempat pembangunan pabrik. Semua alat dan perlengkapan ditinggalkan begitu saja. Mereka akan melapor kepada bos mereka tentang apa yang baru saja terjadi di hutan.
Esok harinya, Raja Simba mengumpulkan semua penghuni hutan di rumahnya. Sang Raja ingin berterima kasih kepada semuanya karena telah berhasil menyelamatkan hutan dari pencemaran limbah pabrik. Sebagi tanda terima kasih, Sang Raja mengadakan acara pesta dan makan besar untuk semua penghuni hutan. Semua terlihat sangat senang dan berbahagia.
Kini, pembangunan pabrik sudah tidak dilanjutkan lagi karena kerugian yang terlalu besar. Hutan pun bebas dari ancaman polusi dan limbah pabrik. Penghuni hutan tidak lagi merasa was-was untuk menjalani kehidupan seperti biasa. Mereka hidup dengan tenang dan berdampingan satu dengan yang lainnya.


TAMAT

3 komentar: